
MEDIA SPN JAWA BARAT,— Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat, KH. Dr. Abun Bunyamin, MA, mengaku tidak lihai dalam urusan seni.
Meski demikian, ia begitu tertarik dengan dunia seni. Bahkan, kecintaannya kepada seni akhirnya membawa ia mengambil langkah memperistri seorang wanita pujaannya karena alasan sang pujaan hati pandai berkesenian, yaitu bermain musik kasidah.
Sikap cinta kepada karya seni, bagi Kyai Pengasuh Pondok Pesantren Syaikhuna ini, termasuk bagian dari proses berkesenian.
Suatu pernyataan menarik bahwa berkesenian tak selamanya harus mencipta. Kalau memang kita tidak bisa.
Dengan memberikan apresiasi kepada hasil karya seni, seyogianya proses berkesenian itu akan terus terpelihara.
Sisi lain agama, sangat mendorong lahirnya sikap berkesenian pada diri manusia.
Agama telah lama diciptakan. Bersamanya berjalan beriringan segala macam bentuk keindahan dan keharmonisan.
Bagi pemeluk yang teguh, karya cipta seni dalam tuntunan beragama sudah selayaknya terus dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh kecil misalnya ketika kita lihat dalam aktivitas peribadatan, bagaimana agama menganjurkan manusia berpakaian rapih dan layak.
Busana yang dikenakan saat peribadatan termasuk bagian dari karya seni dan dipakai secara praktis. Pakaian merupakan hasil olah karya dan rasa manusia juga dalam menjaga eksistensi estetika dan kehidupan.
Pada saat bersamaan, ketika ada manusia tidak bisa mencipta busana, namun dia pandai menggunakan busana dalam kehidupannya, sehingga muncul nuansa indah dan keserasian bagi diri, maka dalam hal ini, manusia tersebut dikatakan sedang berkesenian.
Mengenakan pakaian, dengan cara memerhatikan tempat, ruang dan waktu lalu jatuh pilihan apa jenis busana yag pas dikenakan, sangat membutuhkan kelihaian tersendiri.
Berangkat dari suatu kewajaran menempatkan sesuatu pada porsinya, pada saat itulah manusia disebut sedang berkesenian.
Seni yang dipahami secara luas, mampu mengembangkan daya imajinasi berkreasi bagi setiap insan.
Meski kemudian tidak dikatakan sebagai seniman, tetapi rasa dan estetika sebagai tujuan orang berkesenian, dapat turut dirasakan.
Pameran
Pada hari Rabu, 1 Februari 2023, suatu kesempatan, saya mendatangi acara pembukaan pameran seni rupa bertajuk Islamiyah, Wathoniyah, dan Basyariyah dalam Bingkai Perupa Nusantara diselenggarakan oleh Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indoneaia (Lesbumi) Jawa Barat bertempat di Gedung Dakwah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat.
Perhelatan bagi para perupa itu terselenggara dengan sederhana namun cukup kuat menghadirkan makna berkesenian, khususnya bagi para perupa dari kalangan santri dan juga perupa lain secara umum.
Kesederhanaan yang tertangkap melalui kemasan pameran itu, menunjukan tanda tentang adanya tantangan berproses secara berkelanjutan bagi perwujudan nilai jamak manusia dan pencinta seni.
Upaya mencipta kultur estetis tidak boleh mati karena alasan pameran sudah digelar.
Kritik terhadap seni semestinya tetap hidup dalam ruang-ruang karya seniman juga para penikmat seninya.
Ada sejumlah karya seni rupa yang ditampilkan saat itu. Ikon-ikon pemikiran para seniman sebagai pintu masuk menelisik kelapangan pandangan manusia.
Pameran itu ibarat pemantik dari pelaku seni bagi para apresiator dalam hal meluaskan jangkauan pandangan seninya kepada berbagai sisi kehidupan lain.
Agama diantaranya, termasuk salah satu ruang bagi seni bereksistensi.
Praktek seni dalam agama ditunjukan oleh sikap peribadatan dan faktor-faktor pendukungnya.
Berpakaian rapih saat sembahyang, puji-pujian menyebut nama-nama Yang Maha Kuasa hingga syair-syair untuk membahagiakan, rambu-rambu dan membimbing kontemplasi manusia, itu termasuk seni.
Kalangan agamawan besar terdahulu, dibalik karya-karya besarnya dalam berkesenian, menempatkan seni tidak hanya untuk berkembang sempit dalam dunia seni itu sendiri.
Karya-karya besar pujangga dalam untaian syair-syairnya yang menarik, banyak terispirasi dari pemikiran-pemikiran agama.
Lalu dengan daya cipta yang dimilikinya menginspirasi perkembangan disiplin lain barbagai macam keilmuan dan berkembang lebih luas dari seni itu sendiri.
Karya besar seniman itu pemantik. Manusia tercerahkan oleh pemantik-pemantik seni, sehingga pada akhirnya manusia mampu meluaskan cara pandang dan sikap berdasar potensi besar masing-masing yang dimilikinya.
Terlepas jenis karya seni, aliran pemikiran yang memengaruhinya, hingga kritik dan perkembangan dunia seni itu sendiri, pada hakikatnya seni tetap menjadi tumpuan bagi hidupnya kreativitas.
Dalam hal ini setidaknya agama menjadi suatu pijakan bagi berkembangnya ide-ide estetis manusia serta perwujudan tata nilai dan sistem-sistem kehidupan itu sendiri.
No Responses